Senin, 15 September 2014

PENDAFTARAN PERJANJIAN BERSAMA: Wajib Bagi Pengusaha dan Pekerja

PERJANJIAN BERSAMA

Dalam menangani perselisihan industrial setiap perusahaan menerapkan pola-pola penyelesaian yang berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Bahkan terkadang dalam satu perusahaanpun seringkali menerapkan pola yang berbeda dalam penyelesaiannya terhadap pekerja yang satu dengan pekerja lainnya. Hal ini tentu erat kaitannya dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya perselisihan.

Dari beberapa penyelesaian perselihian yang penulis ketahui, ada pihak pengusaha yang membiarkan atau nahkan sengaja agar perselisihan berlanjut hingga ke pengadilan hubungan industrial dan terus sampai peninjauan kembali ke Mahkamah Agung, dengan alasan takut menjadi preden buruk dan dicontoh oleh pekerja lainnya, tetapi ada pula yang menyelesaikan perselisihan dilakukan pada tingkat bipartit, maupun tingkat tripartit, dengan pertimbangan pada masalah efesiensi waktu dan biaya karena khawatir apabila perkara berlanjut akan mengeluarkan biaya yang jauh lebih besar.


Setiap perselisihan yang diselesaikan melalui jalan damai, antara pengusaha dan pekerja haruslah membuat suatu perjanjian, sehingga proses penyelesaian perselisihan tersebut memiliki bukti tertulis. Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Peselisihan Hubungan Industrial Pasal 7 ayat (1), Pasal 13 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), dinyatakan bahwa setiap perselisihan yang diselesaikan pada tingkat bipartit, tripartit baik ditengahi oleh mediator maupun konsiliator harus dibuatkan Perjanjian Bersama (PB).

Dalam Pasal 7 ayat (1) dinyatakan: “Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat mencapai kesepakatan penyelesaian, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak.” Sedang dalam Pasal 13 ayat (1) dinyatakan bahwa:” Dalam hal tercapai kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh mediator serta didaftarkan di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri wilayah hukum pihak-pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.” Demikian pula yang dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (1), dimana substansinya sama dengan Pasal 13 ayat (1).

Tetapi apabila para pihak memilih menggunakan arbiter sebagai penengah, maka istilah yang digunakan adalah Akta Perdamaian. Hal ini sebagaimana diamanatkan Pasal 44 ayat (2) yang berbunyi: “Apabila perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbiter wajib membuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter”.

Meskipun istilah yang digunakan berbeda, yakni Perjanjian Bersama dan Akta Perdamaian, namun esensi keduanya tetaplah sama yaitu memuat butir-butir kepesapakatan yang telah dicapai dalam perundingan, dimana hasil perundingan tersebut baik yang dituangkan dalam PB atau Akta Perdamaian, harus didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial pada pengadilan negeri setempat agar isi perjanjian tersebut dapat dieksekusi apabila salah satu pihak tidak melaksanakannya. Perjanjian Bersama juga dibuat pada tahap mediasi, apabila para pihak menerima anjuran yang diterbitkan oleh mediator, maka dalam waktu 3 (tiga) hari mediator wajib membantu para pihak untuk membuatkan Perjanjian Bersama dan kemudian mendaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial.

PENTINGNYA PENDAFTARAN PB:

Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 7 ayat (3), Pasal 13 ayat (1), Pasal 23 ayat (1), maka pendaftaran Perjanjian Bersama wajib dilakukan oleh kedua belah pihak yang berselisih. Makna wajib disini berarti bahwa Perjanjian Bersama tersebut mempunyai kekuatan “executable” atau suatu perjanjian yang dapat dimintakan eksekusi langsung ke pengadilan tanpa harus menunggu adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian, pendaftaran Perjanjian Bersama menjadi sangat penting dan wajib dilaksankan baik untuk melindungi kepentingan pekerja maupun melindungi kepentingan pengusaha.

Bagi Pekerja tentu saja bertujuan agar pengusaha tidak lalai apabila mengandung kewajiban untuk membayar sejumlah uang atau berupa hak-hak lainnya. Sedang bagi pengusaha, pendaftaran PB dapat menutup upaya pekerja yang merasa tidak puas atas isi perjanjian tersebut untuk melanjutkan perselisihannya dengan meningkatkan proses penyelesaian ke tingkat yang lebih tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar